Cara Terbaik Membangkitkan Motivasi

Ayo semangat, semangat dan semangat pernyataan itu sering kita dengar ketika seorang sahabat sedang memberikan motivasi kepada kita dikala melihat kita lagi down atau bad mood. Sebagai manusia biasa kadang perasaan itu sering hinggap bagaikan tamu tak diundang. Jika dibiarkan berlarut-larut akan mempengaruhi kinerja kita. Perasaan bad mood seringkali membawa kita kepada situasi yang membosankan. bawaannya cepat marah, namun jangan biarkan perasaan itu menguasai anda. Segeralah sadar!! wake up guys. Satu cara untuk mengembalikan motivasi yang hilang adalah menyemangati diri untuk terus mengejar apa yang selama ini kita impikan, dan membiarkan diri kita sejenak flash back akan masa-masa yang indah (eits jangan sampai kenangan yang buruk yang muncul), penelitian membuktikan pengalaman hidup yang menyenangkan dapat membangkitkan motivasi bahkan menambah semangat hidup, sebaliknya kenangan yang buruk atau peristiwa yang menyakitkan malah akan menambah beban emosional kita. Jadi jaga selalu suasana hati anda agar tidak terjebak dalam bad mood.

Pertobatan adalah sebuah harga mati!!!

Pertobatan bermula ketika kita menyadari bahwa hidup dan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan “Tidak terjadi begitu saja” ada efek Sebab-Akibat yang mengikutinya, dengan kalimat sederhana ketika kita sadar bahwa kita ada di dunia ini bukan merupakan suatu kebetulan, karena kita tahu ada hidup setelah kematian, untuk tiba di sana diperlukan sebuah syarat yang begitu berat (kita harus memiliki hidup yang berkenan kepada Sang-Pemilik Hidup) yaitu Tuhan. Hidup setelah pertobatan merupakan sebuah proses yang sangat berat. Ujian menghampiri hidup kita setiap saat, karena Iblis tahu bahwa hanya pada saat manusia hidup saja mereka memiliki kesempatan untuk merampas hasil pertobatan (keselamatan) yang kita telah claim sejak kita mengenal Tuhan untuk pertama kali. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengingatkan penulis bahwa tiada hal yang patut kita pertahankan selain buah pertobatan yaitu keselamatan. Pengalaman demi pengalaman penulis alami, jatuh bangun dalam mempertahankan keselamatan.

Dan sebagai pribadi yang kadangkala rapuh/lalai dalam memelihara keselamatan kadang jatuh, bahkan jatuh terpuruk. Ketika kita jatuh kedalam dosa maka kita dibutakan oleh sebuah pembenaran semu yang seakan-akan memposisikan kita bahwa apa yang kita lakukan itu tidak mendatangkan konsekuensi buruk (penghakiman). Semakin kita jauh dari Tuhan semakin dekat kita kepada kebinasaan. Iblis itu licik/pintar dan selangkah lebih maju dari kita karena dia telah beroperasi sekian ribu tahun. Di zaman sekarang satu senjata iblis yang paling ampuh yaitu memanfaatkan teknologi, teknologi bukan saja memberikan kemudahan tetapi teknologi bisa membuat kita kehilangan keselamatan.

Untuk itu jika kita ingin tetap memiliki impian untuk masuk dalam perhentian yang kekal maka kita harus senantiasa bijak dalam menggunakan teknologi, jangan sampai teknologi merampas jaminan hidup kekal yang kita miliki. Karena diatas segalanya Keselamatan adalah sebuah harga mati!!! Jangan sampai kita binasa hanya karena kita menukar keselamatan yang kita miliki dengan sesuatu yang semu (teknologi). Untuk direnungkan (true story).

Mendidik dengan “Hati”

Sebuah ungkapan yang sederhana namun sarat makna..ungkapan yang muncul secara spontanitas dari seorang guru yang juga berkarakter “Sederhana” tapi “Berjiwa Besar”. Diawali dari sebuah pengalaman pahit dari sebuah aktifitas mendidik tepatnya pengalaman mendidik siswa(i) yang berkarakter keras dan tidak memperdulikan aturan dan norma. Berbagai cara telah ditempuh, menggunakan ilmu Didaktik Metodik dari bangku kuliah, disamping itu berbagi pengalaman dengan pembimbing BK. Hasilnya begitu mengejutkan, betapa tidak!! pertama kali dalam sejarah mengajar sebagai seorang guru, saya menemukan perilaku siswa yang sangat memprihatinkan, sebagai gambaran umum siswa(i) yang dimaksudkan sudah tidak memiliki motivasi dalam belajar, tatapan mata mereka kosong seperti mengisyaratkan sebuah kehampaan akan masa depan mereka, ada jiwa berontak dalam diri mereka, tidak memperhatikan aturan, tidak mau ditegur, dan banyak hal yang mereka perbuat dan cukup untuk menyimpulkan bahwa mereka dalam kondisi “Kritis Karakter”. Sebagai seorang pendidik yang masih muda dan belum banyak asam garam sebagai seorang pendidik (baru sekitar 8 tahun terakhir) aktif dalam mendidik, pastilah hal tersebut menjadi pukulan telak. Hingga pada akhirnya berkesimpulan sama bahwa tindakan mereka sudah tidak dapat ditoleransi. Cara pandang tersebut seakan menutupi fakta bahwa sebenarnya “SEMUA ORANG MEMILIKI POTENSI”. Hari-hari dalam mengajar dilalui seakan sebuah beban, tidak memiliki semangat dan motivasi bahkan mematikan semua ide kreatif dalam mengajar. Seiring waktu “Aku” berusaha mencari penyebabnya. Namun semua jawaban memberi pembenaran bahwa Kelakuan Siswa tersebut sudah taraf membahayakan, dan tidak ada satupun komentar posisif tentang mereka. Jawaban tersebut menjadi sebuah perenungan yang mendalam. Suatu ketika lewat perenungan dan pembicaraan terbuka dengan seorang rekan guru BK, muncullah sebuah fakta bahwa “TERNYATA SEMUA ORANG MEMILIKI BAKAT DAN TALENTA”, tetapi tidak semua siswa mampu menerima pelajaran yang kita berikan, banyak faktor yang menjadi penyebab mereka tidak dapat menerima pelajaran yang kita berikan dengan baik. Salah satu faktor diantaranya adalah faktor kondisi keluarga (Jika kehidupan keluarga siswa harmonis maka dapat membangung rasa ingin tahu mereka) dan memberikan mereka kesempatan untuk belajar, berbeda jika keadaan keluarga mereka tidak harmonis maka dengan sendirinya menjadi pemicu bagi mereka untuk berbuat yang menyimpang, untuk mencari ketenangan dan pembenaran, karena mereka sangat tertekan dengan kehidupan keluarga. Akhirnya “Aku” membuat kesimpulan bahwa menjadi seorang pendidik bukan hanya sekedar membagi Ilmu Pengetahuan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengubah dan membangun “KARAKTER SISWA” untuk menjadi “KARAKTER YANG BAIK”. Pengalaman itulah yang mendasari penulis untuk menggunakan kata “MENDIDIK DENGAN HATI”, Hati yang tulus dan penuh kelembutan, karena dengan demikian kita akan mampu menjangkau mereka. Hasil positif yang penulis dapatkan setelah menerapkan filosofi “Mendidik dengan Hati”, secara perlahan mereka mulai berubah, berubah dalam hal sikap dan kelakuan. Bahkan mereka sudah dapat menerima pelajaran dengan baik.

Aku dan Viar si “Motor Tua”

Sejak terlintas dipikiran untuk kuliah, aku mulai berencana untuk memiliki sebuah kuda besi (sepeda motor) dengan harapan untuk mempermudah transportasi ke kampus, maklum kuliah sambil kerja jadi harus bolak-balik. Namun karena sebuah alasan klasik (belum punya modal) akhirnya niat itu ter-pending beberapa lama hingga akhirnya seorang kakak menawarkan bantuan berupa sebuah sepeda motor. Viar itulah merk sekaligus nama dari si-kuda besi itu, merk yang hampir hilang di pasaran (merk gag terkenal), tampilannya minimalis body hitam, knalpot variasi, dan beberapa modifikasi di sana-sini. Motor itu adalah motor second yang dibeli dengan kisaran harga + 3,5 juta sebuah angka yang bagi sebagian orang adalah nilai yang tidak berarti namun bagiku sebaliknya sebuah nilai yang sangat fantastis. Kesan pertama waktu pertama memiliki motor itu adalah senang/kagum/bangga/ senang karena akhirnya bisa memiliki kendaraan ke kampus, kagum karena niat tulus sang kakak yang begitu perhatian, bangga dengan tampilan motor yang sangat minimalis dan berjiwa muda. Dengan setia Viar menemani hari-hariku selama kuliah tidak peduli panas, hujan, mendung, dia tetap setia menunggu hingga aku pulang. Sebuah kesetiaan yang patut di tiru. Motor itu mengajarkan aku tentang kesetiaan dan kerendahan hati betapa tidak di kampus mungkin Viar satu-satunya motor dengan tampilan yang begitu kaku (kuno) dan berbagai kerusakan yang tidak pernah sempat di perbaiki (spion pecah, body retak, spedometer tidak berfungsi, dan jok yang sudah begitu usang serta banyak kerusakan yang tidak dapat aku sebutkan) membuat motor lain enggan untuk parkir di sebelahnya (Karena gengsi parkir dengan motorku) namun hal itu tidak lantas membuatku malu apalagi minder dan menghalangiku mencapai gelar sarjana. Bahkan membuat aku terpacu untuk lebih giat lagi dalam kuliah, hingga akhirnya aku meraih gelar sarjana.

Komputer & Sebuah Impian

Pertengahan tahun 2003, sebuah pengalaman berharga aku dapatkan melalui sebuah nasehat dari seorang guru matematika. Saat itu aku bersekolah disebuah SMA Favorit di kota palopo. Aku memilih sekolah itu bukan karena ada rencana awal melainkan hanya sebuah kebetulan semata, mulanya terlintas di pikiran untuk mendaftar di SMK Kejuruan karena tergiur oleh sebuah iklan yang ditempel di sudut jalan, dalam iklan itu dikatakan “SMK Siap Bekerja”, ditambah lagi cerita sukses dari orang-orang yang merupakan lulusan SMK, maka aku bulatkan tekat untuk mendaftar di SMK Kejuruan. Segala persiapan aku matangkan mulai dari bangun pagi hingga persiapan mental dan fisik untuk menjalani tes penerimaan. Aku berangkat bersama beberapa teman dengan semangat 45 melebihi semangat para pejuang yang hendak ke medan tempur. Mengambil formulir pendaftaran  ya.!!! benar… itulah hal pertama yang aku lakukan dilanjutkan dengan segala kegiatan formalitas yang lain. Terakhir dilakukan tes kesehatan, hingga tahap ini aku masih semangat menjalaninya, hingga akhirnya tiba saat yang ditunggu-tunggu “Pengumuman!!!” dengan wajah penuh harap (baca: harap-harap cemas) semua peserta meng-antri untuk mengetahui lulus atau tidak. Setelah sekian lama aku dengan teliti menelusuri tiap nomor tes yang terpajang, keningku mulai mengkerut, kuulangi 2 s.d 3 kali kalau-kalau ada yang terlewatkan namun hasilnya tetap sama “Aku dinyatakan tidak lulus”, ku coba mencari jawaban atas pertanyaan mengapa aku tidak lulus? namun tidak ada jawaban. Putus asa, sedih, dan segala perasaan berkecamuk, namun aku berusaha berpikir positif kataku “Ah..h.h Sang operator komputer lupa menuliskan nomor tes aku”. Mengingat hari itu adalah hari terakhir penerimaan siswa baru tingkat SMA/SMK/MA maka aku memutuskan untuk tidak segera pulang. Seorang sahabat mengatakan “masih ada satu sekolah yang membuka pendaftaran” (terjadi percakapan singkat antara aku dan dia) dengan ketus aku mengiyakan sewaktu dia mengajakku untuk mendaftar. Akupun mendaftar di sekolah itu (SMU Negeri 2 Palopo) dan dinyatakan lulus. Singkat cerita aku bersekolah di sana, SMA NEGERI 2 Palopo berjarak + 23 km dari tempat tinggalku (cukup jauh), merupakan perjuangan yang berat dalam melalui hari-hari bersekolah disana. Suatu ketika saat belajar matematika aku mendengar sebuah nasehat yang mengatakan “Kedepan ini, orang yang mampu bersaing adalah orang yang memiliki skill/keahlian, salah satunya “Komputer” nasehat itu begitu berkesan karena diucapkan oleh seorang bapak guru yang berkarakter pendiam dan serius (jarang senyum apalagi tertawa), diantara + 40 siswa yang hadir saat itu mungkin cuma aku yang menerima nasehat itu dan menyimpannya rapat-rapat. Hari itu merupakan hari pertama aku mendengar kata “KOMPUTER” sebuah kata yang mengundang rasa penasaranku. Hari demi hari hidupku diwarnai dengan kata komputer, betapa tidak untuk membuat tugas akhir aku diharuskan untuk mengetik di komputer, ditambah lagi suatu waktu aku ditugasi untuk mengerjakan dekorasi sebuah perayaan, aku terkesima ketika seorang teman dengan begitu cekatan mendesain huruf dengan menggunakan komputer, aku sempat melongo ketika dia melakukan berbagai aktifitas klik mouse di dekstop. Sampai-sampai aku menyimpulkan betapa hebatnya orang ini (maklum pertama kali liat komputer). Hingga akhirnya aku lulus SMA dengan predikat “Kurang Memuaskan” (nilai pas-pasan) aku memutuskan ke Tana Toraja tanah kelahiranku, Tana Toraja merupakan daerah pegunungan yang indah dengan kearifan dan keramah-tamahan penduduknya. Saat itu aku diperkenalkan pada seorang pemimpin perusahaan (Fritz Computer) dan ditawari untuk bekerja walaupun belum memiliki pengalaman di bidang komputer, namun aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan tekat dan semangat yang besar aku belajar sambil bekerja mulai dari juru ketik hingga operator Wartel disamping diajarkan peng-istall-lan komputer semua itu aku kerjakan dengan penuh pengabdian selama + 3 tahun (tanpa gaji). Hingga akhirnya berbuah manis ketika aku diberi kesempatan sebagai instuktur kursus bahkan diberi peluang untuk mengajar di sekolah (SMP/SMA/SMK). Satu kebanggaan karena jujur saat itu aku belum meraih gelar sarjana (hanya berbekal ijazah SMA). Hingga kini telah menyelesaikan study di Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKI-Toraja) program study Bahasa Inggris. Sebuah hal yang begitu mustahil aku capai (maklum lahir dan dibesarkan dari keluarga terbatas). Saat ini sedang memperdalam ilmu komputer tentang e-Learning dengan menggunakan aplikasi CMS (Content Management System) berbasis moodle, dengan harapan semoga dapat membantu rekan-rekan guru dalam mempermudah proses belajar mengajar. Akhir kata semoga kisah hidup diatas dapat menjadi sebuah semangat buat mereka yang memiliki “Mimpi” karena hidup berawal dari sebuah mimpi (mengutip syair lagu Bondan Prakoso), jadi bermimpilah selagi ada kesempatan. salam “sangtorayan”

Sumber: pengalaman pribadi “Aku”

Sekapur Sirih!

“Piatorayakan” merupakan sebuah ungkapan dalam bahasa Toraja yang berarti “kami anak toraja”, yang kemudian dituangkan kedalam sebuah Blog sederhana yang berisi coretan-coretan inspiratif dari segala hal disekitar kita. Informasi dalam blog ini dapat di copas (baca: Copy Paste) dengan tidak menghilangkan atribut penulis. Didedikasikan untuk membantu putra-putri Toraja dalam mengenal dan memperdalam segala hal yang berhubungan dengan pengembangan/pemanfaatan IT. Segala hal yang berupa pendapat/ide dalam blog ini adalah merupakan pandangan pribadi penulis, diharapkan kearifan pembaca untuk menyikapinya. Segala hal yang nantinya merupakan saran/kritik dari pembaca mengenai isi blog ini sangat penulis harapkan. salam “sangtorayan”